Senin, 02 Juni 2014

Gua Butha, 28 Mei 2014

Anda tahu Kota Petra? Atau Gua Pasir yang berada di Kabupaten Tulungagung? Jika belum tahu, sedikit akan coba saya jelaskan. Kota Petra yang terletak di Yordania Selatan merupakan kota yang unik. Kota Petra merujuk pada situs peninggalan sejarah masa lalu. Sisa bangunannya terpahatkan di tebing-tebing yang tandus. Entah bagaimana caranya orang-orang Yordania di masa lalu membangunnya. Sementara Gua Pasir, adalah gua tempat bertapa Rajapatni, leluhur dari Hayam Wuruk, raja Majapahit. Yang menarik, gua ini memiliki relief yang dipahat di dinding gua. Entah bagaimana dahulu mereka memahatnya tanpa takut tertimpa longsor.
Sudah mengerti kan? Keduanya sama-sama dipahat. Sebenarnya, ada satu tempat lagi yang menarik yang menyerupai kedua tempat tersebut. Sama-sama dipahat dan terletak di tebing yang sunyi. Gua Butha namanya. Gua ini terletak di Kabupaten Bondowoso.

Rabu, 28 Mei 2014, bertiga kami pergi ke tempat tersebut. Jalanan yang dilalui cukup bagus beraspal. Berbelok ke Kecamatan Cermee, tempat Gua Butha berada, jalanan mulai sedikit bergelombang. Masuk ke Desa Jireg, lokasi persis gua ini, jalanan berubah menjadi jalan berbatu. Bila diamati, dulunya jalan menuju ke desa Jireg seperti diaspal rapi, namun lekas rusak seiring dengan berjalannya waktu dan kualitas aspal yang digunakan.
Jalanan yang dilewati lumayan sepi. Bertiga kami hanya sedikit menemui pengendara sepeda motor yang berseliweran. Rumah penduduk pun jarang-jarang. Jalanan yang kami lalui adalah punggung dari tebing. Sehingga kanan-kiri kami otomatis adalah jurang. Sesekali kami harus menembus hutan. Sempat terjadi kegalauan di tengah perjalanan karena jarak yang jauh dan medan yang cukup terjal. Sinyal operator seluler yang tidak terdeteksi, dan GPS yang menunjuk wilayah Panarukan-Situbondo, menambah kegalauan kami. Akhirnya, berbekal nekat, kami melanjutkan perjalanan.

Panas Berbatu. Jalan menuju ke Gua Butha.
Menyibak Hutan. Jalan menuju Gua Butha.
Tiba juga di lokasi Gua Butha yang ditandai dengan papan penanda yang dikeluarkan PemKab Bondowoso. Disini anda bisa memarkir kendaraan di pinggir tebing atau menitipkan kendaraan di rumah penduduk yang berada sekitar 200 meter dari lokasi gua. Dari lokasi papan penanda, anda harus menuruni tebing dengan kemiringan sekitar 80 derajat. Itu juga yang kami bertiga lakukan. Jarak sekitar 100 meter harus kami turuni.

Papan Penanda Situs Gua Butha.
Di tengah tebing terdapat jalan mendatar. Disinilah lokasi gua berada. Kami memutuskan untuk ke kiri terlebih dahulu. Disini kami menemukan 3 relief. Ada relief lembu tanpa kepala, relief pertapa, dan relief kepala. Setelah saya cari informasi di internet, ternyata relief lembu merupakan relief yang utuh. Entah apa yang menyebabkan kepala lembu itu hilang, saya tak tahu. Bisa dijarah, bisa juga karena gempa. Sementara di bawah relief pertapa, terdapat mata air jernih.

Relief Kepala.
Relief Pertapa dengan Mata Air dibawahnya.
Relief Lembu Tanpa Kepala Pada Kunjungan Kami.
Relief Lembu Lengkap Sekitar Tahun 2007 (www.iddaily.net).
Selanjutnya, kami melanjutkan ke arah sebaliknya. Disini kami menemukan 2 relief, yakni relief bunga lotus dan relief butha. Relief bunga lotus yang kami temui hari itu terlihat tidak terawat. Ada bekas pembakaran di sekitarnya. Sementara relief butho cukup terawat dan bersih. Reliefnya cukup besar dan jelas. Di sisi kirinya terdapat pohon yang cukup tua yang menambah teduh suasana. Sementara di depannya bila tidak hati-hati anda bisa-bisa akan jatuh ke jurang yang dalam.

Relief Lotus.
Relief Butha.
Dulunya, tempat ini diperkirakan sebagai tempat para bikhu budha melakukan meditasi. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Sesepuh Sangha Teravada Bikhu Dama Subamahatera, dia menemukan situs ini melalui sebuah peta yang ditulis pada kulit kambing. Hal yang sama dilakukan oleh Raffles sewaktu menemukan Candi Borobudur. Lokasinya yang sunyi sepi dan berada di tebing tinggi memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat meditasi.

Gua Butha.
Explorer of Gua Butha.


Tidak ada komentar: