Kamis, 17 April 2014

Tur Jawa Timur Bagian Barat

Seribu hari itu hampir serupa dengan tiga tahun lebih sedikit lamanya. Dihitung berdasarkan jumlah hari-hari. Sampai hari ini, masih terlukis jelas bayanganmu, teman. Dalam benak kawan-kawanmu. Entah seperti apa mereka melukiskan dirimu dalam benak masing-masing. Tetapi, kebersamaan sekitar satu semester lamanya, cukup untuk membuat mereka melukiskan sesuatu yang indah tentang dirimu.
Pekan perdana April, kami mengunjungi pusaramu. Tidak semua, hanya perwakilan sebagian dari kami, Fisika UB 2010. Menjelang maghrib, kami, perwakilan, berangkat menuju kotamu, Madiun. Batu, Kediri, Nganjuk kami lewati. Sempat ingin singgah di simpang lima Pare sebenarnya. Namun, karena tidak menemukan tempat parkir, benteng Prancis pun hanya terabadikan dalam ingatan. Tidak dalam bentuk digital.
Kami singgah di Nganjuk, rumah Anggra. Tiba di waktu malam. Sekitar pukul sebelas. Sepi. Seperti tim Termehek-mehek sedang mencari seseorang sesuai permintaan klien. Disini kami beristirahat.
Esok paginya, kami berangkat menuju Madiun. Setelah terlebih dahulu menikmati sarapan Soto Ayam yang dihidangkan sembari bercengkerama dengan keponakan kecil tuan rumah.
Di Madiun, kami disambut oleh ibumu. Seperti menyambut putra-putrinya sendiri. Obrolan hangat yang didominasi ibumu, teman. Banyak petuah-petuah yang diselipkan. Utamanya pada teman-teman kami yang perempuan. Bagaimana kelak ketika telah lulus dan menjalani hidup yang sebenarnya. Tentunya sebagai perempuan.
Di pusaramu, kami berdoa. Melantunkan surat yasin dan bacaan tahlil yang tidak terlalu panjang, yang kemudian dilanjutkan dengan menaburi pusaramu dengan bunga. Nyekar. Kami yakin kau tersenyum melihatnya, teman. Melalui alam lain kau memandangi kami. Atau bisa jadi kau hadir diantara kami. Hanya, indera kami yang terbatas yang tak mampu mengindera kehadiranmu.
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan. Jalannya yang berliku menanjak, membutuhkan konsentrasi lebih dalam mengemudikan mobil. Ditambah dengan lagu-lagu berbahasa Indonesia yang nyaman di telinga. Meski terkadang sesekali ada noise yang mengganggu kenyamanan.
Di pintu masuk Telaga Sarangan, kami dicegat petugas penarik retribusi wisata. Kami sebenarnya bersembilan saat itu. Namun petugas hanya menarik karcis retribusi untuk delapan orang. Lantas kemana yang seorang? Bersembunyi? Tidak. Terkadang postur tubuh yang kecil adalah suatu keuntungan. Dengan postur tubuhnya yang kecil, mungkin petugas mengira dia masih seumuran bangku sekolah hingga tidak perlu ditarik karcis. Tawa lepas membahana dalam mobil setelah kami melalui pintu masuk. "Hahahahaha..."
Disini kami sempatkan sholat, istirahat, dan jalan-jalan. Ada juga yang menyempatkan mandi. Ada juga yang menyempatkan membeli oleh-oleh. Buat adik kecil, ujarnya. Tak lupa ritual wajib, yakni photo-photo.
Hari itu juga, kami menuju Tulungagung. Melewati hutan alas perbatasan Ponorogo-Trenggalek diiringi dengan iringan musik bossanova jawa. Menambah kesan mistis selama perjalanan. Kembali, sesekali ada noise yang merusak.
Di Tulungagung, di rumah Shofi, kami disuguhi buah durian. Kebetulan saat itu sedang musim durian. Sepanjang jalan yang kami lewati hampir seluruhnya terlihat penjaja durian menjajakan dagangannya. Buah durian yang nikmat dan harum, bisa menjadi siksaan bagi yang tak menyukainya. Seperti pada tiga teman kami, Diah, Ajeng, dan Galuh yang ikut dalam tur ini. Kami tiba sekitar pukul 10 malam di sini, dan tidak ada niatan untuk bermalam. Hanya karena si sopir terlelap tidur dan tak bisa dibangunkan, yang lainnya pun memutuskan menginap. Siapa si sopir? Entahlah, mungkin pembaca tahu? Mohon jawabannya....
Pagi harinya, kami beranjak ke Blitar. Selepas shubuh kami berangkat. Sepagi itu hanya untuk mengejar waktu kembali ke Malang karena ada suatu urusan. Urusan salah seorang dari kami, Bagus Suryawan. Selama perjalanan ada semacam perdebatan bapak-anak, Elwin-Dzarril. Entahlah, saya hanya bisa konsentrasi memandang ke depan. Di Blitar, kami singgah di rumah Ajeng. Menikmati sarapan berupa pecel dan bakso. Sedap.
Sekitar pukul 10, kami kembali ke Malang.
Malu-malu mau. Suguhane ora dijupuk-jupuk.
Galuh : Aku sik luwe Jeng..
Ajeng : Iki entekno Luh.
Narsis.
Di rumah teman.
Narsis, kumus-kumus.
Lungguh.
Sadar kamera.
Tur Jawa Timur Bagian Barat dengan rute Malang-Kediri-Nganjuk-Madiun-Magetan-Madiun-Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Blitar-Malang selesai.

Tidak ada komentar: