Minggu, 18 Mei 2014

Karang Besuki, 1 Mei 2014

Badut. Anda pasti kenal dengan tokoh ini. Tokoh badut biasanya disimbolkan dengan baju warna-warni, perut buncit, dan pantat yang besar. Contohnya bisa anda lihat pada ikon salah satu gerai makanan cepat saji di Indonesia. Lakunya yang bisa mengundang gelak tawa, membuatnya dicintai oleh semua kelompok umur. Hanya orang-orang yang fobia yang tak berani untuk sekadar memandangnya. Mereka lebih memilih untuk lari atau menutup muka.
Badut yang ini bukanlah seperti yang saya tulis di paragraf awal.
Dia bukanlah tokoh. Dia juga tidak mengundang gelak tawa. Dia hanya menyimpan. Menyimpan sejarah bangsa ini yang sedikit demi sedikit mulai dilupakan. Ya, itulah Candi Badut.
Candi Badut merupakan peninggalan dari Kerajaan Kanjuruhan yang kini diperkirakan berada di desa Kejuron. Sebagaimana tertulis di prasasti Dinoyo, raja dari Kerajaan Kanjuruhan adalah Shima. Dia memiliki putra bernama Limswa yang kemudian bertahta dengan nama Gajayana. Pada masa raja Gajayana ini candi Badut dibangun.
Saya mengunjungi tanpa ada rencana saat itu. Hanya karena muter-muter Malang yang tidak jelas jluntrungnya, saat melewati Karang Besuki saya pun membelokkan setang kemudi ke arah candi. Tiba tepat jam tiga sore. Satu jam sebelum candi ditutup.
Cuaca sore yang cerah. Pencahayaan yang pas dari matahari sore membuat candi tersebut terlihat indah. Tamannya yang hijau, bersih terawat menambah keelokan candi. Candi ini terlihat polosan. Tidak banyak relief yang terukir di badan candi. Terdapat beberapa tempat untuk meletakkan arca di tubuh candi. Namun, hanya ada satu arca yang menghiasi, itupun arca kecil tanpa kepala. Sebenarnya candi ini memiliki atap seperti di candi Prambanan. Anda bisa melihatnya pada miniatur candi di pos penjagaan saat mengisi buku tamu.
Sudah jam empat sore, matahari sore perlahansedikit meredup. Sudah saatnya candi tutup.

Bagian dalam candi.
"Yang tidak berkepentingan dilarang masuk"

Arca Durga tanpa kepala.

Sisi depan Candi Badut.

Sisi samping.

Penjaga candi dan peziarah candi.

Tidak ada komentar: