Minggu, 18 Mei 2014

Kala itu di Payung

Dulu, saat suasana sedang hujan, dan anda ingin ke luar entah membeli sedikit penganan dengan berjalan kaki, anda pasti membawa barang ini. Sekadar atap buatan kecil yang mampu melindungi anda dari guyuran hujan. Melindungi anda dari kedinginan akibat pakaian yang anda kenakan basah. Yap, itulah payung. Kali ini, tulisan ini menyangkut tentang "payung". Kenapa dalam tanda kutip? Karena kata tersebut diucapkan dengan cara yang sama namun dituliskan dengan cara yang berbeda. Yang satu selalu diawali dengan huruf kapital, dan yang lain diawali dengan huruf kecil dengan sekali waktu menggunakan huruf kapital.
Payung, begitulah orang-orang menamakan daerah ini. Saya tak terlalu paham bagaimana awal mulanya. Yang jelas daerah ini masih bagian dari Kota Wisata Batu. Jalannya berliku-liku seperti umumnya jalanan di dataran tinggi. Di sisi jalan yang dekat dengan jurang, dipadati dengan bangunan peristirahatan. Semacam warung-warung kecil yang menawarkan suguhan khas, jagung bakar dll. Untuk dua hari ini, saya dan beberapa teman mengakrabi daerah ini.
Disini, rekan Fisika UB 2010, Halimah Rahman atau Iyma, melakukan penelitian tugas akhirnya. Di salah satu bukit yang sebagian sudah dipotong (dikepras), menyisakan masalah yakni resiko longsor. Dengan permasalahan tersebut, maka Iyma mengambilnya sebagai topik skripsi berupa identifikasi longsor.
Metode yang digunakan adalah metode geolistrik. Butuh teman-teman yang tak sedikit dengan menggunakan metode ini. Untuk empat elektroda setidaknya butuh lima orang dimana satu orang sebagai pengatur kabel untuk mencegah kabel agar tidak tumpang tindih. Ruwet.
Yang menarik, disini sempat terjadi cerita tipu-menipu, antara Galuh dan Saliem. Dikisahkan, karena kekurangan orang, Galuh mengontak Saliem untuk datang membantu.
"Liem, rinio. Ayo slametan."
"Slametan opo Luh?"
"Slametan pokok e, ndek Payung."
"Oke, aq budhal."
"Ojo resmi-resmi pakaiane Liem."
Percakapan itu terjadi lewat pesan singkat sms. Tanpa menaruh rasa curiga, Saliem berangkat. Sesampainya disana, slametan tidak ada. Yang ada hanya teman-teman yang sibuk mengambil data sambil terjatuh-jatuh di bukit yang licin. Antara mangkel mungkin, dia tetap membantu.
Untuk nyelimur, Galuh pun meneleponkan seseorang yang dia sukai.

Aksi gila, (kesuwen jomblo lek jare Galuh).

Yosua : Busyet, sempat ae narsis Saliem iki.

Saliem : Permisi mbah, ngapunten, kulo cuman numpang lewat niki.

Mangan disik.

Sepurane Liem, aku wis ngapusi awakmu.

Berlindung di bawah payung di Payung.

Haloo, piye kabare?
Penak jamanku to?

Hati-hati kepeleset.

Yaah, jatuh deh...

The Ekplorer.

Narsis diluk.


Tidak ada komentar: