Selasa, 21 Januari 2014

Candi, 19 Januari 2014

Dulu bukanlah sekarang. Lupakanlah "dulu" untuk mencapai "sekarang". Itu yang sering diucapkan orang-orang yang dianggap bijak belakangan. Melupakan "dulu" terkadang bukan sebuah syarat mutlak menggapai "sekarang". Tetapi "dulu" dapat menjadi faktor penentu ketercapaian "sekarang".
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia pernah mencanangkan gerakan Jasmerah. Dengan adanya gerakan ini, bukan berarti kebaya dan sarung harus berganti jas berwarna merah, simbol keberanian. Tetapi jasmerah adalah sebuah makna untuk tidak melupakan sejarah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah itulah maksud yang dikandung dari gerakan Jasmerah.
*****
Ahad, sebagaimana jamak diketahui adalah hari libur rutin dalam satu minggu. Hari itu, seorang teman mengajak saya untuk mengunjungi situs-situs peninggalan yang berada di Kabupaten Malang. Baru-baru ini saya ketahui kalau dia tertarik dengan hal-hal semacam ini di balik sikapnya yang cenderung pendiam.
Kunjungan diawali ke Candi Singosari. Setelah sempat gamang karena cuaca Ahad pagi sedikit mendung dan sempat turun hujan. Candi ini lokasinya cukup strategis tidak jauh dari keramaian Pasar Singosari. Bentuknya mencirikan bahwa ini merupakan candi hindu. Beberapa bagian dalam candi yang seharusnya berisi arca, kini tiada. Hanya satu bagian yang terisi oleh arca. Entah saya merasa aneh dengan arca tersebut. Teman saya sempat kecewa karena pikirnya candi ini berhiaskan relief-relief yang dapat dinikmati sambil berjalan memutari candi seperti halnya di Borobudur. Meski sedikit kecewa tetapi senyum tetap menghiasi wajahnya. Hujan tak jadi turun, mendung pun ikut tersibak berganti langit biru. Cerah.
Candi Singosari.

Puas dengan Candi Singosari, saya ajak dia melihat patung penjaga gapura (saya lupa namanya) yang tidak jauh dari lokasi. Sempat dia membaca rambu bertuliskan Candi Sumberawan. "Ayo digole'i" ajak temanku. "Ya wis monggo" jawabku singkat. Candi Sumberawan ini terletak di desa Sumberawan. Sekitar beberapa kilometer dari Candi Singosari. Jalannya tidak seberapa menanjak. Gamang sempat melanda karena tidak ada petunjuk ke arah mana candi ini harus dituju. Akhirnya berjumpalah kami dengan papan penunjuk. Terbuat dari kayu dengan tulisan cat berwarna putih "Candi Sumberawan 400 meter". Jalan beraspal berubah menjadi jalan setapak yang masih cukup dilalui motor. Sebelah kiri jalan setapak adalah sawah yang baru memulai masa tanam sedangkan di sebelah kanan aliran sungai jernih mengalir. Keseimbangan harus benar-benar terjaga melewati jalan ini.
Papan nama yang tersembunyi.

Tidak ada petunjuk candi. Yang ada hanya tulisan RPH dan tentara-tentara. Sempat kami kebingungan. Akhirnya kami terus berjalan dengan terlebih dulu memarkir motor. Mengikuti rombongan keluarga, kami tiba di Candi Sumberawan. Suasanaya sepi, cocok untuk mengheningkan cipta melepas beban pikiran. Candi ini tak seutuh Candi Singosari. Bagian atasnya hilang. Menurut referensi akibat rumitnya rekontruksi bagian atas candi, bagian itu tidak dikerjakan sewaktu dipugar. Bentuk candi memberikan keterangan bahwa candi ini merupakan candi budha. Lokasinya yang tenang mengisyaratkan bahwa daerah ini dulunya adalah lokasi untuk bertapa. Sempat kami mengobrol ngalor-ngidul disini sebelum akhirnya memutuskan kembali.
Candi Sumberawan.

Teman saya masih belum puas ternyata. Dia mengajak berkunjung ke Candi Kidal di daerah Tumpang. Saya sendiri belum pernah kesana. "Lek sampean gelem nekat, ayo budal" kataku singkat. Teman saya hanya mengangguk. Tidak ada petunjuk lokasi Candi Kidal. Peta yang saya ingat dari GoogleMap juga tidak valid. Akhirnya kami berdua hanya mengikuti kemana jalan ini berakhir sebelum dia meminta saya berhenti karena telah tiba di lokasi.
Suasana sekitar Candi Kidal.

Candi Kidal berada di pinggir jalan dengan lokasi agak ke dalam. Tidak ada tetenger besar. Hanya ada tetenger kecil. Untung saja dia menoleh ke sebelah kanan, coba kalau dia menoleh ke sebelah kiri mungkin candi ini tidak dikunjungi pada hari itu. Candi Kidal masih terawat dengan baik. Ada ukiran garudeya di bangunannya. Suasananya juga tenang. Tidak terlalu ramai. Dari bagian atas candi, kami sempat memperhatikan tiga orang anak remaja yang sedang dalam proses mencari jati diri sedang menarik perhatian dari lawan jenisnya. Ada sedikit ketakutan dari teman saya memperhatikan polah ketiga remaja tadi.
Candi Kidal, tampak depan.

Di dasar candi, kami mengabadikan potret Candi Kidal dengan kamera masing-masing. Disini kami juga sempat terlibat obrolan ngalor-ngidul. Sebelum akhirnya waktu dhuhur yang kian menipis menyudahi obrolan kami.
Candi Kidal.

Bermain sambil belajar.

Tidak ada komentar: