Kamis, 30 Januari 2014

Blitar, 29 Januari 2014

Sesuatu hal yang direncanakan, kadang kala berhasil terwujud, tetapi tak sedikit yang gagal. Rencana yang terwujud, tentu akan menyebabkan semua orang senang. Adapun yang tidak terwujud, terkadang menimbulkan perasaan mangkel bagi individu-individu yang terlibat di dalamnya. PHP, mungkin itu bahasa kerennya. Sehingga rencana yang akan menjadi sebatas rencana dan akan tersimpan entah rapi atau berserakan di salah satu sudut memori.
Seperti halnya paragraf di atas, niatan dolan ini direncanakan secara dadakan. Hari Senin ide itu terlontar,
Rabu ide sudah dieksekusi. Dolan yang dimaksud adalah jalan-jalan untuk sejenak menghilangkan rasa sumpek akibat ruwetnya permasalahan registrasi mahasiswa di fakultas kami.
Tujuannya adalah Kediri, mengunjungi bangunan yang dibangun mirip dengan gaya Eropa (saya lupa namanya). Namun, karena tidak ada yang tahu lokasi pastinya, tujuan dolan direvisi menjadi ke Blitar, mengunjungi Makam Bung Karno, Sang Putra Fajar.
Sempat tersesat di dalam kota, kami berempat - saya, Kiben, Pungky, dan Yosua - tiba di lokasi Makam Bung Karno. Arealnya cukup luas. Selain makam, terdapat gedung perpustakaan dan museum yang memuat foto-foto tentang Sang Proklamator. Sebelum masuk kompleks makam, kami memilih mengunjungi museum terlebih dahulu. Foto-foto, lukisan, buku, perangko, semuanya dipajang disini. Tentunya yang memiliki keterkaitan dengan Soekarno. Di lorong antara perpustakaan dan museum, terdapat patung Soekarno sedang duduk sembari membaca buku.
Patung Soekarno duduk membaca buku.
Lukisan Soekarno yang fenomenal, jantungnya seperti berdegup-degup.
Potret Soekarno sedang sungkem ke ibunda tercinta.
Soekarno bersama Fatmawati.
Bersama Fatmawati, mengayuh sepeda di jalanan India.
Tokoh pewayangan yang menjadi inspirasi namanya, Karna.
Puas menikmati dokumentasi seputar Soekarno, kami pun memasuki kompleks makam. Cukup ramai saat itu. Rombongan pun harus bergantian memanjatkan doa bagi Sang Proklamator di sisi makam. Nisan Soekarno berada di tengah-tengah bangunan berbentuk Joglo, diapit oleh nisan kedua orang tuanya di kanan kirinya.
Pengunjung tengah berdoa.
Nisan Soekarno, saat sepi.
Yang menarik di Makam Bung Karno adalah sedikitnya terdapat tiga fenomena disini. Ziaroh, wisata, dan pekerjaan, itu yang bisa saya simpulkan.
Ziarah. Mengunjungi makam, bagi orang Indonesia adalah bertujuan untuk mendoakan si mayit. Selain itu juga untuk mengingatkan bahwa setiap insan juga akan mengalami kematian. Yang menarik di Makam Bung Karno ini adalah bukan hanya pengunjung dengan agama mayoritas yang berziaroh. Pengunjung beragama lain juga ikut mendoakan. Kunjungan kemarin memperlihatkan bahwa kesan Bhinneka Tunggal Ika sangat terasa. Pengunjung beragama baik Islam maupun non Islam, mendoakan dengan cara mereka sendiri-sendiri tanpa ada yang mengganggu. Sayang hal seperti ini kurang diminati media untuk disebar luaskan.
Wisata. Sebagian besar pengunjung, selain berziaroh mereka juga memanfaatkannya untuk berwisata. Rekreasi tepatnya. Tak sedikit di area makam, terlihat pengunjung berfoto-foto secara bebas tanpa sungkan. Mengambil latar belakang makam, pintu gerbang, bahkan pintu masjid. Kami juga melakukan hal itu disana. Foto-foto sepertinya telah menjadi kegiatan yang sakral. Sesajen saja mungkin kalah.
Pekerjaan. Di sekitar Makam Bung Karno banyak tersedia toko-toko yang menjual pernak-pernik Blitar maupun pernak-pernik tentang Soekarno. Bahkan di dalam kompleks makam, terdapat penjual kembang untuk nyekar dan jasa fotografi. Khusus untuk jasa fotografi, mereka berada di dalam joglo. Menawarkan jasa foto untuk pengunjung sebagai kenang-kenangan. Kata guru saya, "Orang yang telah mati saja mampu memberikan penghidupan untuk orang yang masih hidup, tentunya semasa hidupnya dia jauh lebih berharga bagi sekitarnya."
Begitulah setidaknya terdapat tiga fenomena yang bisa saya simpulkan. Setelah itu kami pun pulang.
Tiga fenomena -ziarah, wisata, dan pekerjaan-, terangkum dalam potret di atas.
Sebelum benar-benar pulang ke Malang, kami mampir terlebih dahulu di kediaman seorang teman di daerah Kesamben. Masih di daerah Blitar, tepatnya perbatasan Malang-Blitar. Jalannya beraspal dan rata tetapi jauh dari jalan besar. Sempat bablas beberapa meter, akhirnya kami pun tiba di lokasi. Cukup lama kami beristirahat sambil menikmati suguhan berupa irisan semangka, krupuk bakso, minuman, dan semangkok bakso. Setelah itu, perjalanan pulang dilanjutkan di bawah guyuran hujan langit Malang.

Inspirasi Soekarno.
Ki - Ka : Yosua, Pungky, Kiben berfoto dengan latar relief Soekarno
Berfoto di rumah Ajeng, sebelum kembali ke Malang.


Tidak ada komentar: